PANDANGAN MATA DAN IKHTILATH
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka”. [An-Nur : 30-31]
Allah Ta’ala berfirman:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ اْلأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَاىَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini”. Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung”. [Yusuf : 23]
Ketika terjadi ikhtilath (percampuran) antara istri Aziz Mesir dengan Nabi Yusuf ‘alaihissallam, muncul lah (nafsu) wanita itu yang dahulunya terpendam, maka dia meminta kepada Nabi Yusuf untuk mencocoki (kemauan)nya. Tetapi beliau mandapatkan rahmat Allah Ta’ala, dan Allah Ta’ala menjaga beliau dari wanita tersebut. Yaitu di dalam firmanNya:
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Yusuf : 34]
Maka demikian pula jika terjadi ikhtilath (percampuran) orang-orang laki-laki dengan para wanita, setiap mereka akan memilih pasangan yang dia sukai dan setelah itu akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkannya.
Allah memerintahkan para laki-laki dan para wanita untuk menahan pandangan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ {30} وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ{31}
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka”. [An-Nur : 30-31]
Sisi pengambilan dalil dua ayat di atas: bahwa Allah memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menahan pandangan, sedangkan perintah Allah menunjukkan wajib, kemudian Allah Ta’ala menjelaskan bahwa itu lebih suci dan lebih bersih. Pembuat syari’at tidak memaafkan (dari pandangan itu) kecuali pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja).
Allah juga berfirman,
يَعْلَمُ خَآئِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati”. [Al-Ghafir/Al-Mukmin :19]
Ibnu Abbas dan lainnya menafsirkan: “Dia adalah seorang laki-laki yang masuk ke rumah anggota keluarganya, di antara mereka ada seorang wanita yang cantik, -atau ada seorang wanita yang cantik yang melewati mereka-. Jika anggota keluarga itu tidak memperhatikannya, dia memandang wanita tersebut. Jika mereka memperhatikannya, dia menundukkan pandangan matanya dari wanita itu. Jika mereka tidak memperhatikannya, dia memandangnya, jika mereka memperhatikannya, dia menundukkan pandangan matanya. Dan Allah mengetahui hatinya, yaitu bahwa dia ingin melihat kemaluan wanita itu, (dan jika mampu menguasai wanita itu, dia akan menzinainya.)” [Tafsir Ibnu Katsir].
Al-Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Mustadrak dari Ali Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
يَا عَلِيُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ
“Wahai Ali, janganlah engkau mengikutkan pandangan (pertama, yang tidak disengaja- pen) dengan pandangan (kedua, yang disengaja-Red), karena sesungguhnya engkau berhak pada pandangan pertama, tetapi tidak berhak pada pandangan yang akhir” [Shahih Al-Jami’ush Shaghir, no:7952].
Dan tidaklah Allah memerintahkan untuk menahan pandangan kecuali karena memandang orang yang terlarang untuk dipandang merupakan zina (mata- pen).
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda :
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْي
َدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا
“Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengarkan dengan seksama, lidah zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah menyergap/menangkap, dan kaki zinanya adalah melangkah”. [Mutafaq ‘alaih, lafazhnya bagi Muslim]
Memandang adalah zina, karena orang itu bersenang-senang dengan memandang kecantikan wanita, dan hal itu akan membawa wanita itu memasuki hati orang yang memandangnya, sehingga akan terikat di dalam hatinya. Sehingga dia akan berusaha melakukan kekejian (zina) dengannya.
Maka jika Pembuat syari’at melarang memandang kepada wanita karena hal itu akan membawa kepada kerusakan, sedangkan kerusakan itu juga akan terjadi di dalam ikhthilath. Oleh karena itulah ikhthilath terlarang, karena merupakan sarana menuju apa yang tidak terpuji akibatnya, yaitu bersenang-senang dengan memandang dan berusaha melakukan apa yang lebih buruk dari itu.
Jum’at, 1 April 2021
(Abu Zaid Al Bulury)