Tafsir Surat Al-Maaโuun: Tidak Menyayangi Yatim dan Orang Miskin๐
Surat Al Maaโuun adalah di antara surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) atau surat Madaniyah (yang turun setelah hijrah). Surat ini berisi penjelasan mengenai orang-orang yang mendapat ancaman karena mendustakan hari pembalasan. Sifat mereka adalah tidak menyayangi anak yatim dan orang miskin, juga lalai dari shalat dan riyaโ di dalamnya. Mereka pun enggan menolong orang lain dengan harta atau pun suatu manfaat.
Allah Taโala berfirman,
ุฃูุฑูุฃูููุชู ุงูููุฐูู ููููุฐููุจู ุจูุงูุฏููููู (1) ููุฐููููู ุงูููุฐูู ููุฏูุนูู ุงููููุชููู ู (2) ููููุง ููุญูุถูู ุนูููู ุทูุนูุงู ู ุงููู ูุณูููููู (3) ูููููููู ููููู ูุตููููููู (4) ุงูููุฐูููู ููู ู ุนููู ุตูููุงุชูููู ู ุณูุงููููู (5) ุงูููุฐูููู ููู ู ููุฑูุงุกูููู (6) ููููู ูููุนูููู ุงููู ูุงุนูููู (7)
โTahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riyaโ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.โ (QS. Al Maaโuun: 1-7).
A. Mendustakan Hari Pembalasan
Dalam ayat pertama disebutkan,
ุฃูุฑูุฃูููุชู ุงูููุฐูู ููููุฐููุจู ุจูุงูุฏููููู
โTahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan?โ (QS. Al Maaโuun: 1-7).
Mengenai kata โุงูุฏููโ (ad diin) dalam ayat di atas, ada empat pendapat: (1) hukum Allah, (2) hari perhitungan, (3) hari pembalasan dan (4) Al Qurโan. Demikian kata Ibnul Jauzi dalam kitab tafsirnya, Zaadul Masiir (9: 244). Jadi ayat tersebut bisa bermakna orang yang mendustakan hukum Allah, hari perhitungan, hari pembalasan atau mendustakan Al Qurโan.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al โUtsaimin menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ad diin adalah hari pembalasan, sehingga jika diartikan: โTahukah kamu orang yang mendustakan hari pembalasan?โ Dan beliau menjelaskan bahwa ayat ini ditujukan pada mereka yang mengingkari hari kebangkitan sebagaimana disebutkan dalam ayat,
ุฃูุฆูุฐูุง ู ูุชูููุง ูููููููุง ุชูุฑูุงุจูุง ููุนูุธูุงู ูุง ุฃูุฆููููุง ููู ูุจูุนููุซูููู , ุฃูููุขูุจูุงุคูููุง ุงููุฃููููููููู
โApakah apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang belulang, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan (kembali)? Dan apakah bapak-bapak kami yang telah terdahulu (akan dibangkitkan pula)โ?โ (QS. Ash Shofaat: 16-17).
ู ููู ููุญูููู ุงููุนูุธูุงู ู ูููููู ุฑูู ููู ู
โSiapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?โ (QS. Yasin: 78). Mereka inilah yang mendustakan โyaumud diinโ yaitu hari pembalasan. (Lihat Tafsir Juz โAmma, hal. 274).
B. Tidak Menyayangi Anak Yatim dan Fakir Miskin
Setelah menyebutkan mengenai orang yang mendustakan hari pembelasan, lalu disebutkan ayat,
ููุฐููููู ุงูููุฐูู ููุฏูุนูู ุงููููุชููู ู (2) ููููุง ููุญูุถูู ุนูููู ุทูุนูุงู ู ุงููู ูุณูููููู (3)
โItulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.โ
Dalam dua ayat di atas digabungkan dua hal:
1. Tidak punya kasih sayang pada anak yatim. Padahal mereka itu orang yang patut dikasihi. Perlu diketahui, yatim adalah yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh (dewasa). Dialah yang patut dikasihi karena mereka tidak lagi memiliki orang tua yang mengasihinya. Akan tetapi yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang yang menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, mereka menolaknya dengan sekeras-kerasnya atau meremehkannya.
2. Tidak mendorong untuk mengasihi yang lain, di antaranya fakir miskin. Padahal fakir dan miskin sangat butuh pada makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak mendorong untuk memberikan makan pada orang miskin karena hatinya memang telah keras. Jadi intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat di atas, hatinya benar-benar keras.
Ayat di atas semisal dengan ayat,
ูููููุง ุจููู ููุง ุชูููุฑูู ูููู ุงููููุชููู ู (17) ููููุง ุชูุญูุงุถููููู ุนูููู ุทูุนูุงู ู ุงููู ูุณูููููู (18)
โSekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskinโ (QS. Al Fajr: 17-18). Orang fakir adalah yang kebutuhannya dan kecukupannya tidak bisa terpenuhi (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691).
C. Orang yang Lalai dari Shalatnya
Kemudian disebutkan mengenai sifat mereka lagi,
ูููููู ููููู ูุตููููููู , ุงูููุฐูููู ููู ู ุนููู ุตูููุงุชูููู ู ุณูุงููููู
โMaka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnyaโ. Kata Ibnu โAbbas, yang dimaksud di sini adalah orang-orang munafik yaitu yang mereka shalat di kala ada banyak orang, namun enggan shalat ketika sendirian. (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691)
Dalam ayat disebutkan โููููู ูุตูููููููโ, bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang biasa shalat dan konsekuen dengannya, lalu mereka lalai. Yang dimaksud lalai dari shalat bisa mencakup beberapa pengertian:
1. Lalai dari mengerjakan shalat.
2. Lalai dari pengerjaannya dari waktu yang ditetapkan oleh syariโat, malah mengerjakannya di luar waktu yang ditetapkan.
3. Bisa juga makna lalai dari shalat adalah mengerjakannya selalu di akhir waktu selamanya atau umumnya.
4. Ada pula yang memaknakan lalai dari shalat adalah tidak memenuhi rukun dan syarat shalat sebagaimana yang diperintahkan.
5. Lalai dari shalat bisa bermakna tidak khusyuโ dan tidak merenungkan yang dibaca dalam shalat.
Lalai dari shalat mencakup semua pengertian di atas. Setiap orang yang memiliki sifat demikian, maka dialah yang disebut lalai dari shalat. Jika ia memiliki seluruh sifat tersebut, maka semakin sempurnalah kecelakaan untuknya dan semakin sempurna nifak โamali padanya (Lihat Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691-692).
D. Mereka yang Cari Muka dalam Ibadah
Disebutkan dalam lanjutan ayat,
ุงูููุฐูููู ููู
ู ููุฑูุงุกูููู
โOrang-orang yang berbuat riyaโ โ. Riyaโ adalah ingin amalannya nampak di hadapan orang lain, ibadahnya tidak ikhlas karena Allah, istilahnya ingin โcari mukaโ.
Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan, โBarangsiapa yang โawalnya- melakukan amalan lillah (ikhlas karena Allah), kemudian amalan tersebut nampak di hadapan manusia lalu ia pun takjub, maka seperti itu tidak dianggap riyaโ.โ
Di antara tanda orang yang riyaโ dalam shalatnya adalah:
Seringnya mengakhirkan waktu shalat tanpa ada udzur
Melaksanakan ibadah dengan malas-malasan.
Allah Taโala berfirman,
ุฅูููู ุงููู ูููุงููููููู ููุฎูุงุฏูุนูููู ุงูููููู ูููููู ุฎูุงุฏูุนูููู ู ููุฅูุฐูุง ููุงู ููุง ุฅูููู ุงูุตููููุงุฉู ููุงู ููุง ููุณูุงููู ููุฑูุงุกูููู ุงููููุงุณู ููููุง ููุฐูููุฑูููู ุงูููููู ุฅููููุง ูููููููุง
โSesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliโ (QS. An Nisaโ: 142). (Lihat bahasan Taโthirul Anfas, hal. 533)
E. Wayamnaโunal Maaโuun
Ayat terakhir,
ููููู ูููุนูููู ุงููู ูุงุนูููู
โdan enggan (menolong dengan) barang bergunaโ.
Jika lihat dari terjemahan Al Qurโan, yamnaโunal maaโuun diterjemahkan dengan orang yang enggan menolong dengan barang berguna. Namun memang, para ulama tafsir berbeda pendapat dalam mendefinisikan yamnaโunal maaโuun. Sebagian berkata bahwa al maaโuun bermakna orang yang enggan bayar zakat. Yang lain lagi mengatakan bahwa maksud al maaโuun adalah orang yang enggan taat. Yang lainnya lagi berkata sebagaimana yang kami maksudkan yaitu โูู ูุนูู ุงูุนุงุฑูุฉโ, mereka yang enggan meminjamkan barang kepada orang lain (di saat saudaranya butuh). Tafsiran terakhir ini sebagaimana yang dikatakan oleh โAli bin Abi Tholib, yaitu jika ada yang ingin meminjam timba, periuk atau kampaknya, maka ia enggan meminjamkannya.
Intinya, seluruh tafsiran di atas tepat. Semuanya kembali pada satu makna, yaitu yamnaโunal maaโuun adalah enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu yang bermanfaat. (Lihat Tafsir Al Qurโan Al โAzhim, 14: 473).
Dalam sunan Abu Daud disebutkan riwayat dari โAbdullah, ia berkata,
ูููููุง ููุนูุฏูู ุงููู ูุงุนูููู ุนูููู ุนูููุฏู ุฑูุณูููู ุงูููููู -ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู - ุนูุงุฑูููุฉู ุงูุฏูููููู ููุงููููุฏูุฑู.
โKami menganggap al maaโuun di masa Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam adalah yang berkaitan dengan โaariyah (yaitu barang yang dipinjam) berupa timba atau periuk.โ (HR. Abu Daud no. 1657, hasan kata Syaikh Al Albani)
Padahal memberikan pinjaman pada orang lain bisa jadi dengan harta, bisa jadi dengan memberikan kemanfaatan dan ini semua termasuk sedekah sebagaimana sabda Nabi shallallahu โalaihi wa sallam,
ููููู ู ูุนูุฑูููู ุตูุฏูููุฉู
โSetiap kebaikan (perbuatan maโruf) adalah sedekahโ(HR. Bukhari no. 6021).
Semoga sajian tafsir ini bermanfaat. Semoga Allah memudahkan kita untuk giat merenungkan Al Qurโan dan kandungannya.
Wallahu waliyyut taufiq.
(Copas)